2009/03/30

Para Pendatang Gelap

Catatan: Ini hanyalah sebuah tulisan ringan

Masalah pendatang gelap merupakan masalah krusial bagi negara manapun dalam menghadapi imigran dari luar negeri. Negri jiran sekalipun cukup dipusingkan dengan masalah pendatang haram dari Indonesia sehingga menimbulkan rasa antipati terhadap pendatang dari negara tetangga yang kadang disebut dengan kata berkonotasi negatif Indon. Akhir-akhir ini Jepang, kantor imigrasi Jepang semakin memperketat jalur masuk dan ijin tinggal para imigran di Jepang. Tapi tetap saja yang namanya pendatang gelap punya trik-trik baru untuk mengakali peraturan baru keimigrasian. Kelihatannya semakin ketat peraturan akan semakin menantang para pendatang gelap untuk memanipulasi celah-celah kecil peraturan keimigrasian.


Iklan layanan masyarakat untuk mematuhi peraturan keimigrasian termasuk larangan tinggal di Jepang sebagai imigran gelap

Beberapa bulan terakhir, berita mengenai pendatang gelap atau dalam bahasa Jepang 不法滞在 (Fuhou Taizai) asal Filipina yang memiliki anak yang lahir dan besar di Jepang ramai menghiasi media Jepang. Arlan Cruz Calderon (36) dan istrinya Sarah terbukti melanggar peraturan keimigrasian dengan menggunakan paspor palsu untuk mendapatkan ijin tinggal di Jepang selama 17 tahun. Jaman dulu mungkin Arlan bisa saja memanipulasi data yang dikerjakan pihak imigrasi secara manual. Tetapi setelah belasan tahun lewat dan imigrasi Jepang mulai dilengkapi sistem komputerisasi canggih membuat penipuan belasan tahun tersebut terbongkar. Masalahnya, Sarah melahirkan anak bernama Noriko Calderon 13 tahun yang lalu di negara yang menganut prinsip jus sanguinis seperti Jepang. Kewarganegaraan Noriko menurut sistem Jepang adalah Filipina dan ketika kedua orang tuanya dideportasi kembali ke Filipina, menurut peraturan Noriko juga harus dideportasi. Noriko yang lahir dan besar di Jepang dididik dan bergaul didalam dan luar rumah dengan bahasa Jepang, bahkan untuk berkomunikasi dengan kedua orangtuanya sekalipun. Noriko sama sekali tak bisa berbahasa Tagalog (bahasa Filipina), sehingga bisa dikatakan Noriko secara mental dan sosial budaya adalah orang Jepang. Berkat simpati masyarakat Jepang terhadap Noriko, pihak imigrasi Jepang memutuskan bahwa Noriko berhak tinggal dan menyelesaikan sekolahnya di Jepang. Anda bisa membaca tulisan tentang kisah Noriko bawah ini.

http://community.kompas.com/read/artikel/2532


Kasus lainnya terjadi didepan mata kepalaku sendiri ketika aku sedang mengurus masalah administrasi di kantor imigrasi. Detail kejadiannya tentu saja aku tidak tahu pasti, tetapi berkat petugas administrasi yang terdengar kesal membuat suaranya yang cukup keras bisa didengar orang-orang yang berada disekitar front office imigrasi. Adalah seorang pria Vietnam yang menikah dengan wanita Jepang datang ke kantor imigrasi untuk mengurus ijin tinggal di Jepang. Pria tersebut memperlihatkan surat nikahnya dengan wanita Jepang dengan status duda cerai terhadap mantan istrinya (orang Vietnam juga) yang tinggal di Vietnam. Tanggal perceraian dan pernikahan barunya tidak berselisih terlalu jauh sehingga menimbulkan kecurigaan pihak imigrasi Jepang. Mungkin bagi orang lain hal ini tidak aneh, tetapi bagi pihak imigrasi Jepang yang semakin hari semakin super ketat hal ini termasuk mencurigakan. Entah bagaimana akhir dari kisah pria Vietnam ini, yang pasti sang petugas administrasi menyuruhnya pulang terlebih dahulu.

Mengenai kasus yang dialami orang Indonesia tentunya cukup banyak kuketahui, baik dari pihak kenalanku yang kabur (biasanya disebut OS: Over Stay) maupun dari cerita orang-orang yang berhubungan dengan orang OS. Yang masih lekat diingatanku adalah kasus kaburnya 20 penari yang datang untuk menampilkan tarian tradisional di stand Indonesia dalam AICHI EXPO (AICHI BANPAKU) pada tahun 2005. Setelah acara EXPO selesai, 20 penari yang dijadwalkan pulang lenyap dari hotel tempat mereka menginap. Yang lebih memalukan, kasus 20 penari kabur inii menghiasi acara berita Televisi Jepang. Selain kasus pelajar dan (pendatang dengan visa) turis kabur, prosentase OS terbesar mungkin berasal dari 研修生- Kenshusei atau pekerja training (magang) yang kabur sebelum kontraknya berakhir.


Stand Indonesia dalam Aichi Expo 2005 tempat 20 penari tradisional manggung sebelum kabur

Akhir-akhir ini orang-orang OS merasakan penderitaan menjadi OS di Jepang dengan semakin buruknya perekonomian Jepang akibat krisis ekonomi global. Bayangkan saja, tinggal di Jepang yang dikenal dengan biaya hidupnya yang mahal tetapi dengan penghasilan (gaji) yang semakin menipis akibat pabrik tutup ataupun pengurangan tenaga kerja. Orang asing yang tinggal secara legal di Jepang saja sudah mulai mengap-mengap, bagaimana dengan yang tinggal secara gelap? Selain selalu khawatir tertangkap polisi/pihak imigrasi dan hidup berpindah-pindah, ditambah dengan kondisi ekonomi yang semakin parah membuat hidup sebagai OS di Jepang semakin sulit. Kita semua tahu kalau alasan utama pendatang gelap adalah motif ekonomi. Jika motif tersebut tidak membuat perekonomian mereka semakin membaik, entah apa yang akan mereka lakukan. selain pilihan alternatif "menyerahkan diri" untuk dipulangkan ke Indonesia. Selain itu, citra orang asing yang tinggal legal di Jepang semakin jelek dengan keberadaan orang-orang OS (baca tulisan link diatas).

Bagaimana dengan pendapatku sendiri tentang pendatang gelap? Menurutku sih jika awalnya sendiri sudah berbohong, maka rentetan panjang kebohongan itu akan terus berlanjut untuk menutupi kebohongan pertamanya. Aku banyak melihat bagaimana orang-orang OS justru memperdayai orang lain (termasuk saudaranya sebangsa dan setanah air) demi eksistensi dan keuntungan pribadi mereka. Dengan kata lain, aku tidak setuju dengan kehadiran pendatang gelap dan aku sendiri tidak tertarik untuk menjadi pendatang gelap itu sendiri.

link tulisan lain yang berhubungan:

Imigran Gelap di Indonesia

2009/03/23

Congratulation for The Graduation

In February, everybody in my research laboratory seems very depressed. D3 (Doctorate students 3rd year), M2 (master’s degree students 2nd year) and B4 (Bachelor’s degree students 4th year) struggle to complete their thesis or dissertation when M1 (master’s degree students) like me try to do Shushoku Katsudo (looking for job activity). After every degree candidate finishing their script, they must prepare their self for presentation to defend their thesis.

All I know, each of department have their own regulation to administer presentation for theses defend, even in the same university. Different time regulation also set for each degree student. Here is our material science department’s time regulation:
B4: 5 minutes presentation and 2 minutes question/discuss.
M2: 10 minutes presentation and 5 minutes question/discuss.
D3: 30-40 minutes presentation (I don’t know for doctorate oral defends time, it seems until the professors satisfied)



Every presenter must wear a formal suit during presentation. I’m not sure is this an obligation or not, because this Chiba University student said that they are allowed to wear informal clothes like sweater or T-shirt during presentation.

In March, I found that everybody faces relieved (except M1 of course) because everyone has passed their test although one of B4 must through it with merely adequate points. But the most important thing is they were attending the graduation ceremony which was held in March 21st as the graduates.



Just like usual, we set another nomikai (party) to celebrate the graduation. During the party, every graduate was given the opportunity to convey some message or last impression about our lab, experience, co-worker student, and also our professors and supervisor. Some of them gave common impression, but the others convey a funny one even make a joke with our supervisor (you know that seniority relationship in Japan is strict, but drunkenness can make everyone forget everything).

Well everybody, congratulation with your graduation and keep up with your future life after graduation. On the other hand, M1 still struggle to continue our job hunting activity when at the next month, chuukan happyou (mid-semester presentation) is waiting for us.

Gambarimashou!!!!!

2009/03/11

M1 of the third floor

Besides laboratories, our research group also has two rooms for student’s research. One in the second floor and the other is in the third floor. M1 (pronounced: em ichi) itself means the first year master course's graduate student, sometimes it is called 修士課程一年生 (pronounced: shuushi katei ichi nen sei) with the same meaning. I have my desk in the third floor room and that makes me a member of the third floor’s M1. Except me, there are three others M1’s in our student’s room. By this short posting, I want to introduce our third floor's three musketeers.

Iwasaki alias Dai-chan

Dai-chan is the funniest guy in our room, a joker by nature and sometimes I thought he can be a comedian or manzai if he wants to. He can play soccer quite well as right wing back in student’s soccer club although he said that he won’t continue his career as a professional soccer player. This Hamamatsu’s resident who’s in charged as party arranger in our group still planning to seek a job after graduation around Shizuoka. Because of that, I was made a joke that he doesn’t want to separate from his mom. No offence buddy, it just a joke. I know how it does feel, H.O.M.E S.I.C.K.


Nukina aka Takero

Takero is living in Fuji, not in Hamamatsu. That’s why he always go and back from Fuji to Hamamatsu every day by train, pretty tired (you can see his weary face.....Hahaha..just kidding). He joined a student’s music club and played guitar in a band during his college days. Recently, he said that he has been quit from the music club but keep playing guitar alone at his home without band (perhaps in front of his girl :P ). Just like Dai-chan, if there is possible he wants to find a job and work somewhere in Fuji after graduation. Home sweet home




Uchida aka Uchi

At the first time I met him, I couldn’t catch his Japanese weird pronunciation which is later I found that he used Kansai dialect when he spoke. Uchi’s hometown is in Kansai area not far from Osaka, to be precise Hyougo prefecture. That’s why he quite often speaks with Kansai dialect or at least pronounces his Japanese with thick Kansai accent. Far from his hometown (Hamamatsu-Hyougo distance is about 220 Km) makes him rent an apartment nearby our campus. It seems he didn’t intend to find a job in Kansai area after graduation since he has been living far from Kansai now. As long as replaced in Honshu, he can work in anywhere.

2009/03/08

Setsumeikai, Juuhachi Kippu, Tokyo dan White Day

Minggu-minggu yang melelahkan dilewati dengan membuat Rirekisho (Curriculum Vitae) dan menghadiri Kaisha Setsumeikai dalam rangka mengikuti aktivitas mencari kerja. Untuk Setsumeikai yang diadakan di kota-kota besar yang berjarak jauh dari tempat tinggalku dan membutuhkan ongkos transport lumayan mahal, aku benar-benar bersyukur karena JR/Japan Railway (PJKA-nya Jepang) mengeluarkan tiket 青春十八切符 – Seishun Juuhachi Kippu. Seishuun Juuhachi Kippu (artinya harfiah: karcis untuk orang muda 18 tahun) hanya dijual dan digunakan selama 3 musim dalam 1 tahun yaitu libur musim semi (1 Maret-10 April), libur musim panas (20 Juli-10 September) dan libur musim dingin (10 Desember – 20 Januari). Maksud nama karcis adalah untuk digunakan para pelajar di Jepang selama musim liburan.
Cap bulat merah bertanggal menandakan karcis telah dipakai 1 kali pada tanggal tertulis.

Walaupun arti nama karcis sangat spesifik, kenyataannya yang memakai karcis ini adalah orang yang berumur beragam. Mengapa? Karena karcis tersebut sangat murah untuk perjalanan memakai kereta listrik milik JR (ingat: hanya untuk pengguna kereta listrik JR) keseluruh pelosok penjuru Jepang. Satu tiket Seishun Juuhachi Kippu dibeli dengan harga 11.500 yen untuk dipakai sebanyak 5 kali. 1 kali pemakaian akan di cap dengan stempel petugas stasiun kereta beserta tanggal pemakaian dan selama tanggal yang tertera di karcis, anda bebas pergi kemana saja dengan menggunakan kereta listrik milik JR. Anda bisa bayangkan, 1 hari anda bisa keluyuran keliling Jepang dengan tujuan kemana saja hanya dengan membayar kira-kira 2300 yen saja. Memang bepergian dengan kereta listrik jauh lebih lambat dari pada naik shinkansen (kereta peluru), tapi biaya yang dikeluarkan sangat murah.



Atraksi topeng monyet ada juga di Jepang, malah ini dibawah kaki Tokyo Tower

Karena sudah kepalang digunakan ke Tokyo dan aku jarang jalan-jalan keliling Tokyo, aku menggunakannya untuk pergi keliling Tokyo selama 1 hari penuh (tentu saja setelah selesai mengikuti jadwal setsumeikai di siang hari). Aku mengunjungi Tokyo Tower, Akihabara, Harajuku hingga Shibuya.

Takeshita dori di depan stasiun Harajuku, tempat jualan aksesoris unik buat anak muda. Ramai banget.


Yoyogi Gymnasium. Sering dipakai buat konser musik.

Tokyo Tower tentu terkenal dengan Tokyo Tower-nya dan disini aku sempat nonton pertunjukan topeng monyet di bawah kaki tiang Tokyo Tower-nya. Akihabara terkenal dengan pusat belanja elektronik, anime dan pernak pernik otaku-nya. Lalu Harajuku yang dikenal dengan Harajuku fashion style yang dipakai orang-orang mudanya lalu lalang di hari minggu (sayang aku pergi kesana pada hari sabtu). Selain itu juga di Harajuku aku mengunjungi Takeshita Dori (Jalan Takeshita), sebuah jalan pedestrian yang disepanjang jalan menjual pernak-pernik fashion dari yang unik dan cute hingga yang rada underground, Gothic Lolita, Punk dan Visual Kei. Tak lupa aku mengunjungi Yoyogi Gymnasium, salah satu tempat L'arc en Ciel menyelenggarakan konser Theater of Kiss. Di Shibuya aku cuma membayangkan bagaimana menjadi Bill Murray yang bingung ditengah keramaian sekitar penyeberangan jalan depan stasiun Shibuya dalam film Lost in Translation.

Shibuya scramble crossing


Salah satu spot di Shibuya

Lumayan capek dan kaki pegal, tapi menyenangkan juga walaupun tetap saja lokasi jalan-jalan favoritku ada di kota kuno Kyoto. Semakin lama tinggal di Jepang, aku lebih tertarik untuk mengunjungi tempat-tempat kuno dibandingkan lokasi modern penuh gedung. Sekedar info, seluruh foto dijepret dengan menggunakan telepon selularku Casio Exilim W53CA dengan kamera 5.1 Megapixels.

Ini dia coklat yang bakalan dikasih pada White Day

O iya, untuk menyambung postingan Valentine’s Day, aku mau nggak mau beli coklat balasan yang bakalan di kasih pada cewek bersangkutan di hari White Day nanti tanggal 14 Maret 2009. Nggak ketemu coklat ayam ataupun wafer coklat superman, terpaksa beli coklat Jepang.