2009/01/18

Krisis Ekonomi di Jepang dan Industri Otomotif

Catatan: Saya bukan pengamat ekonomi profesional, apalagi ahli ekonomi.

Semenjak berawalnya krisis moneter di USA, hampir seluruh negara yang berhubungan dengan USA, baik secara politik maupun ekonomi ikut terimbas. Jepang yang notabene termasuk negara yang memiliki pondasi ekonomi kuat juga ikut kena imbasannya. Bagaimana tidak, banyak produk Jepang (terutama industri mobil) yang dipasarkan di USA harus mengalami penurunan tingkat penjualan akibat besarnya nilai tukar Yen (mata uang Jepang) terhadap Dollar (mata uang USA). Di Jepang sendiri istilah Endaka kembali melesat menjadi kata yang sering diucapkan oleh para pengamat ekonomi amatiran maupun professional.
(En = cara orang Jepang menyebut Yen, Daka = Taka = tinggi, Endaka = tingginya nilai Yen)


Dengan penurunan penjualan, otomatis produksipun ikut berkurang ditambah dengan ongkos produksi yang turut membengkak dan turunnya daya beli masyarakat terhadap produk Jepang diluar negeri. Yang paling merasakannya adalah industri mobil, baik produsen langsung yaitu pabrik-pabrik raksasa maupun industri penyangganya (sub-kontraktor) yang berupa pabrik-pabrik kelas menengah kebawah. Perusahaan kecil tempat aku pernah Arubaito (kerja sambilan) yang mengerjakan spare part pabrikan mobil HONDA juga akhirnya tutup dan pemiliknya akhirnya ikutan kerja sebagai karyawan biasa di pabrik induknya. Masih untung bagi beliau yang masih bisa bekerja, banyak karyawan lain justru harus pasrah di kubi (istilah Jepang untuk PHK) atau dengan bahasa halusnya resutora (dari kata restrukturisasi).

Yang terlihat paling menderita adalah pabrikan kendaraan bermotor, khususnya mobil dan perusahaan alat-alat elektronik. Perusahaan elektronik raksasa SONY dikabarkan akan merampingkan jumlah karyawannya dengan mem-PHK 8.000 orang karyawannya, grup TOYOTA sendiri berencana memangkas hingga 3.000 orang, lalu disusul NISSAN dan HONDA dengan rencana meng-kubi hingga 1.500 orang karyawan mereka masing-masing. Ingat! Ini hanya perusahaan induk, tidak termasuk sub-kontraktor mereka. Bayangkan saja pabrik mobil TOYOTA yang akan memecat 3.000 orang karyawannya, bagaimana pula dengan pabrik-pabrik lain yang memproduksi spare part untuk suplai mobil TOYOTA seperti dashboard, kaca, lampu, rem, jok mobil hingga kaca spion? Ini hanya TOYOTA saja, belum lagi pabrik penyuplai komponen otomotif merek raksasa lain seperti NISSAN, HONDA, dll sehingga angka-angka diatas bisa melampaui jumlah karyawan SONY yang di-kubi. Bagaimana dengan pekerja kontrak? Sebelum mereka memberhentikan para karyawan tetap, tentu saja pekerja kontrak sudah terlebih dahulu diputuskan kontraknya secara sepihak.


Salah satu contoh kei-jidousha produksi SUZUKI

Kemanakah nama industry mobil besar SUZUKI? Ternyata walaupun grup SUZUKI juga terkena imbas krisis, mereka sedikit lebih mendingan dari pada grup-grup besar diatas. Hal ini disebabkan oleh orientasi produksi mobil SUZUKI di Jepang yang lebih memfokuskan konsumsi dalam negeri. Di tahun-tahun terakhir sebelum krisis moneter USA, ketika TOYOTA, NISSAN dan HONDA sedang memusatkan perhatian mereka untuk ekspansi penjualan di luar negeri khususnya USA dan negara-negara Eropa, grup SUZUKI ternyata lebih memilih untuk meraih pasar dalam negeri dengan memperbesar jangkauan penjualan Kei-Jidousha (mobil dengan cc kecil sekitar 660 cc semacam karimun). Paling tidak strategi grup SUZUKI cukup sukses untuk lebih bisa bertahan dibandingkan grup besar lain, walaupun faktor keberuntungan tidak terlepas dari strategi pemasaran tersebut.

(sumber: dari berbagai macam media Jepang)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hmmm memang krisis kali ini terasa banget untuk Toyota ya...
EM

AndoRyu mengatakan...

@Ikkyu-san
Iya tuh. Teman2ku yang kerja lewat hakken kaisha juga banyak yang diputus kontraknya di tengah jalan karena pabrik banyak yang rizki nya macet.